Indikator Mengukur Keberhasilan Pendidikan Vokasi
Oleh : Dr. Arden Simeru, M. Kom
Sebagai pendidik, kita perlu mempertanyakan apakah
pendidikan kita sudah mencapai keberhasilan? Ini adalah pertanyaan yang sangat penting agar kita
tidak sekedar "terus bekerja" dan mengabaikan dampak sosial dari apa
yang kita lakukan. Demikian pula dalam Pendidikan Vokasi atau bahasa Indonesia
sering diterjemahkan sebagai Pendidikan Kejuruan. Di bawah ini adalah beberapa
referensi yang saya ambil dari buku Fundamentals of Vocational Education oleh
John Thompson (1973). Meski sangat "Amerika", dalam banyak hal konsep
yang ditawarkan bersifat universal.
Menurut Thompson, pendidikan vokasi harus diukur dari keberhasilan dan efisiensi ekonomi yang dihasilkannya. Pendidikan vokasi adalah produk dari pembangunan ekonomi suatu negara. Menyelenggarakan pendidikan vokasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di suatu daerah. Oleh karena itu, keberhasilan pendidikan vokasi harus dilihat dari perspektif ekonomi. Efisien? Konsep pemikiran berbasis ekonomi telah digunakan sejak lama.
Ada 3 kriteria besar
yang disampaikan Thompson dalam bukunya dan bisa kita diskusikan disini.
(1) Pendidikan vokasi bisa dikatakan efisien secara ekonomi apabila mampu mempersiapkan para siswanya untuk suatu pekerjaan spesifik dalam masyarakat yang didasarkan pada kebutuhan tenaga kerja yang riil.
Kata kuncinya adalah "Real jobs", yaitu pekerjaan yang berlaku
dalam kehidupan kerja. Bagaimana sekolah kejuruan mengidentifikasi pekerjaan yang
benar-benar ada dan diharapkan oleh industri global? Ini adalah pertanyaan yang
sulit, tetapi harus dijawab sebelum melaksanakan program pelatihan. Program pelatihan
kerja harus dirancang sesuai dengan kebutuhan tugas khusus di lapangan. Metode
analisis pekerjaan (job analysis) merupakan teknik yang sering digunakan oleh
para pendidik dalam usahanya untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang
persyaratan pekerjaan di dunia kerja.
Pertanyaan selanjutnya adalah seberapa sering institusi harus “mengubah”
program agar sesuai dengan kebutuhan industri? Ini pertanyaan yang tidak perlu
ditanyakan jika kita benar-benar mengukur kesuksesan dengan efisiensi ekonomi.
Jawabannya jelas, karena kebutuhan berubah, lembaga pendidikan harus selalu beradaptasi.
Karena salah satu prinsip ekonomi yang dianut adalah pembuangan limbah, yaitu.
produksi produk (tidak dapat digunakan) yang diklasifikasikan sebagai limbah adalah
ilegal.
(2) Pendidikan vokasi bisa dikatakan efisien secara
ekonomi apabila mampu menjamin adanya pasokan tenaga kerja untuk suatu wilayah.
Pertumbuhan ekonomi selalu membutuhkan pekerjaan untuk mendukung pembangunan.
Pelatihan vokasi diselenggarakan sedemikian rupa sehingga dapat berperan
sebagai sumber (penyedia) pekerjaan yang diperlukan bagi pengembangan
perekonomian daerah. Pasokan tenaga kerja ini harus stabil dan memenuhi
kebutuhan. Persediaan yang terlalu banyak atau terlalu sedikit dibandingkan
dengan kebutuhan itu tidak baik, harus konsisten baik secara kuantitas maupun
kualitas. Perencanaan pendidikan kejuruan harus didasarkan pada perkiraan
kebutuhan tenaga kerja daerah yang baik. Pendidikan kejuruan harus mampu berperan
sebagai mitra bagi pertumbuhan ekonomi..
Contoh yang Thompson berikan dalam bukunya adalah keadaan Amerika
Serikat ketika memasuki era Perang Dunia II. Jatuhnya Amerika Serikat ke dalam
perang dunia pada saat itu tergolong mendadak, perekonomian seluruh negara
akhirnya "berpaling" pada upaya maksimal untuk memenangkan perang. Pelatihan
kejuruan dimobilisasi untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja industri militer,
yang sangat meningkat untuk pasokan amunisi yang cepat. Salah satu kunci
kemenangan Amerika dalam Perang Dunia II saat itu adalah kemampuan mereka membangun
militer dalam waktu yang sangat singkat, hanya beberapa tahun saja. Dunia pendidikan,
khususnya pendidikan kejuruan, memainkan peran yang sangat sentral dalam pelatihan
pekerja yang cepat dan komprehensif di industri militer. Bahkan Departemen
Pendidikan AS sekarang memiliki slogan "Di Masa Perang, cobalah dulu untuk
mendukung perang". Ini adalah contoh yang sangat baik bagaimana pendidikan
harus selalu sejalan dengan pembangunan ekonomi.
Sejalan dengan perkembangan teknologi dan modernisasi industri, keterampilan
tenaga kerja harus selalu ditingkatkan. Oleh karena itu, Thompson juga menyebutkan
tanggung jawab pelatihan kejuruan untuk meningkatkan keterampilan pekerja yang
bekerja di dunia kerja. Upaya ini sangat penting untuk meningkatkan efisiensi
ekonomi daerah. Tenaga kerja yang tidak kompeten membebani perekonomian.
(3) Pendidikan vokasi bisa dikatakan efisien secara ekonomi apabila para lulusannya mendapatkan pekerjaan sesuai apa yang dilatih.
Berbagai penelitian telah dilakukan di Amerika yang telah mengukur efektivitas pelatihan kejuruan. Hampir semua indikator yang dikembangkan didasarkan pada seberapa baik penempatan lulusan sesuai dengan apa yang telah mereka pelajari pada pendidikan sebelumnya di lapangan. ketidaksesuaian harus dihindari sebisa mungkin, karena melanggar prinsip efisiensi ekonomi. Oleh karena itu, jika dunia pendidikan menghasilkan lulusan dari bidang tertentu yang bekerja di berbagai bidang di sekolah, maka dikatakan pendidikan gagal dan tidak efisien secara ekonomi.
Dari 3 ktiteria yang di sampaikan Thompson menurut
analisis saya perlu penambahan kriteria ke
- 4 yaitu :
(4) Pendidikan vokasi bisa dikatakan efisien secara
ekonomi apabila para lulusannya mampu menghasilkan produk dan jasa sesuai dengan
kompetensi yang dimiliki dengan standar layak jual dipasaran.
Hal ini
penting menjadi salah satu kriteria dan tolok ukur keberhasilan pendidikan
vokasi, karena akan lebih baik apabila lulusan pendidikan vokasi tidak hanya dipersiapkan
sebagai tenaga kerja yang kompeten dan profesional dibidangnya tetapi juga memiliki
kemampuan menghasilkan produk dan jasa sehingga mampu membuka lapangan kerja
baru dan mempekerjakan orang lain.
Tentu saja, ukuran di atas tetap terbuka. Asumsi yang mendasari konsep di
atas harus selalu diuji dari waktu ke waktu. Perkembangan teknologi juga memainkan
peran penting di sini. Teknologi telah menciptakan hubungan baru antara
manusia, pendidikan dan pekerjaan. Bisakah kita menggunakan konsep yang sama di
Indonesia? Tentu saja, pertanyaan ini harus selalu dicocokkan dengan filosofi bangsa
kita, asumsi masa kini, dan aspirasi masa depan. (Ard)